mini biografi


.

Beberapa waktu yang lalu gue dapet jarkom dari pemberi beasiswa gue (Karya Salemba Empat-red) kalo semua penerima beasiswa wajib mengirimkan kisah perjalanan hidupnya sampai sekarang. 50 cerita terbaik akan di jadikan buku kumpulan cerita motivasi buat dibagikan ke anak-anak jalanan dan yang kurang beruntung. Gue sangat antusias dengan program ini, karena emang gue pengen ngeshare apa yang gue alamin biar bermanpaat buat orang lain. Kalo kepilih kan lumayan bisa masuk ke dalam buku kompilasi bibliografi yang bisa memotivasi orang lain, tapi kalo ga yah gue gapapa sih.. Yaudah buat antisipasi aje klo gue ga beruntung, gue mau share apa yang gue tulis itu.. Semoga bermanpaat..

Andrian Fauzi, yah itulah nama saya. Seorang anak manusia yang lahir dan dibesarkan di lingkungan Betawi yang sangat kental, kental akan akar budayanya juga stereotype yang mengakar. Saya tidak dilahirkan dari keluarga yang berkelebihan, tetapi hampir mendekati kurang. Namun demikian, keluarga saya merupakan keluarga sederhana yang (Insya Allah) bahagia, Bapak saya seorang Supir di salah satu pabrik di Kota Tangerang dan Ibu saya merupakan seorang ibu rumah tangga yang juga guru mengaji untuk anak-anak disekitar rumah saya. Saya memiliki dua orang adik, yang pertama, Maulana Ardi, saat ini duduk di kelas 2 SMA dan yang kedua, Aryudha Faturrahman, saat ini baru berusia dua tahun.

Masa kecil saya tidaklah berlangsung istimewa namun cukup membuat saya kuat menghadapi dunia. Saya tidak pernah merasakan bagaimana indahnya masa ketika berada di Taman Kanak-kanak; bernyanyi, menari, mengikuti berbagai macam lomba, membuat prakarya dan juga berwisata. Ibu saya yang dahulu pernah bercita-cita menjadi seorang guru TK, menjadikan saya (seolah-olah) murid TK-nya. Setelah selesai mengajar ngaji di malam hari, Ibu saya langsung mengajari saya berhitung dan membaca. Memang saya tidak seberuntung teman-teman yang lain, tetapi setidaknya saya bisa melakukan pencapaian yang sama dengan teman-teman lain yang sekolah TK, yaitu bisa membaca dan berhitung sebelum saya masuk SD.

Karena berasal dari keluarga yang tidak berkelebihan, saya selalu diajarkan bagaimana caranya untuk bisa berhemat. Dengan uang saku yang seadanya saya dituntut bagaimana caranya cukup untuk memenuhi kebutuhan saya. Saya juga diajarkan bagaimana untuk selalu mensyukuri apa yang sudah didapat dan tidak iri dengan apa yang orang lain miliki. Semasa sekolah juga saya diajarkan untuk tidak malas. Saya sangat senang apabila ada keluarga atau tetangga yang menyuruh saya ke warung untuk membeli sesuatu apalagi kalau setelahnya saya diberi upah. Bersama teman-teman yang lain juga saya sering ikut membantu untuk memindahkan batu bata apabila ada yang sedang membangun disekitar rumah saya, karena dari sini juga biasanya saya mendapat upah. Uang yang saya dapatkan ini bisa saya simpan untuk keperluan saya.

Selepas dari SMP saya menemukan masalah, masalah yang berhubungan dengan stereotype suku saya. Kebanyakan orang Betawi menginginkan anaknya langsung bekerja setelah tamat SMA, hal itu juga berlaku bagi orang tua saya. Karena menginginkan saya langsung bekerja, maka Ibu saya menyuruh saya masuk sekolah kejuruan agar setelah lulus saya bisa langsung bekerja. Saya yang pada saat itu mempunyai mimpi untuk bisa melanjutkan pendidikan kuliah, menolak permintaan orang tua saya. Kebetulan di tahun saya lulus SMP ada kebijakan bahwa setiap siswa memiliki kesempatan untuk dapat mengikuti tes di salah satu SMA/SMK negeri di Kota Tangerang gratis, apabila setelah tes dinyatakan tidak lulus maka siswa bersangkutan akan bersekolah di sekolah swasta. Akhirnya saya meminta izin kepada orang tua saya untuk mengikuti tes di SMA Negeri 1 Tangerang, sekolah favorit di Kota Tangerang yang memang saya impikan. Orang tua sayapun mengizinkan dengan catatan apabila saya tidak lulus maka saya harus mengikuti kemauan mereka, sayapun mengiyakan. Aalhamdulillah atas keyakinan dan kebulatan tekad saya dapat masuk SMA Negeri 1 Kota Tangerang. Di sekolah ini saya mendapat banyak hal, pengetahuan sayapun semakin terbuka dan mimpi saya untuk bisa melanjutkan kuliah semakin menggelora.

Saya mendapat tawaran dari sekolah untuk mengikuti PMDK (Penelusuran Minat Dan Kemampuan) Universitas Indonesia ketika saya duduk di kelas 3. Jalur ini merupakan jalur khusus bagi siswa yang ingin masuk UI, caranya dengan mengirimkan nilai raport selama di SMA dan juga ada persyaratan lainnya. Saya menerima tawaran itu dan orang tua saya juga sangat mendukung. Setelah mendapat sosialisasi dari pihak sekolah tentang PMDK ini, saya menyatakan mundur. Banyaknya persyaratan yang harus saya lengkapi membuat saya enggan untuk mengurusnya karena pasti akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Akhirnya saya memilih untuk mengikuti PMDK Universitas Diponegoro yang berada di Semarang tanpa sepengetahuan orang tua. Tanpa diduga, saya menjadi satu-satunya siswa dari sekolah saya yang diterima melalui jalur PMDK Undip. Orang tua saya yang tidak mengetahui perihal keikutsertaan saya di PMDK Undip langsung melarang saya untuk kuliah di sana. Mereka beralasan karena saya tidak memiliki saudara di Semarang, selain itu juga kekhawatiran orang tua saya akan biaya pendidikan dan biaya hidup saya di Semarang. Dengan berat hati sayapun merelakan kesempatan untuk dapat kuliah di Undip. Di tahun yang sama (2006) saya juga gagal masuk UI melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), begitu juga dengan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara gagal saya tembus.

Setelah gagal masuk perguruan tinggi yang saya inginkan, saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Tangerang. Walaupun sudah kuliah, saya masih memiliki mimpi untuk dapat berkuliah di UI. Saya akhirnya berusaha untuk mengejar mimpi saya itu. Saya yang memang sejak sekolah tidak pernah bergabung dalam bimbingan belajar, langsung membeli buku yang berisi soal-soal SPMB untuk saya jadikan bahan untuk belajar. Setiap hari sepulang kuliah saya selalu mengerjakan soal-soal tersebut, hal ini bertujuan agar saya terbiasa menghadapi soal-soal model SPMB dan saya juga bisa terus belajar hal-hal yang belum saya mengerti dari pembahasan yang ada di buku. Saya melakukan itu berulang-ulang hingga saya benar-benar mengerti soal-soal yang biasa keluar di SPMB. Alhamdulillah usaha saya tidak sia-sia, di tahun 2007 saya lolos SPMB dan diterima di jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP UI.

Setelah diterima di UI, muncul kekhawatiran saya bahwa saya akan batal kuliah di UI karena biaya yang harus orang tua saya tanggung. Kekhawatiran itu benar saja terjadi, orang tua saya tidak mampu untuk membayar biaya masuk UI yang pada saat itu totalnya Rp 13.625.000,-. Saya yang memang sudah bertekad untuk bisa kuliah di UI segera mencari informasi mengenai keringanan yang bisa diperoleh, akhirnya saya mendapat informasi itu. Saya langsung mengurus semua kelengkapan yang harus saya penuhi dan Alhamdulillah saya mendapatkan keringanan sebesar 10 juta. Selain itu juga saya mendapat bantuan dari Eka Tjipta Foundation, sehingga biaya yang saya tanggung tinggal 1 juta saja, impian saya untuk bisa berkuliah di UI pun akhirnya tercapai.

Sejak awal masuk UI, saya tergabung dalam Marching Band Madah Bahana UI (MBUI), sebuah Unit Kegiatan Mahasiswa dengan jumlah anggota yang mencapai ratusan orang. Saya mendapat banyak sekali keuntungan bergabung di unit ini. Saya mendapatkan keluarga baru, teman yang banyak, lintas jurusan; lintas fakultas dan lintas angkatan. Di tahun pertama ini saya langsung diikutsertakan dalam pasukan Grand Prix Marching Band (GPMB) yang diadakan bulan Desember 2007. Saya yang baru masuk unit ini sekitar bulan September langsung mengejar materi yang harus saya kuasai untuk bisa tampil di GPMB. Sabagai mahasiswa baru yang belum mengerti benar bagaimana kehidupan di kampus, saya harus dihadapkan dengan jadwal latihan yang sangat padat. Dari sini saya langsung diajarkan bagaimana manajemen waktu yang baik. Hal ini sangat bermanfaat bagi saya dan manfaatnya sangat saya rasakan hingga sekarang.

Menginjak semester tiga orang tua saya berhenti dari tempat kerjanya. Saya yang selama ini mendapat sokongan penuh dari orang tua saya, walaupun tidak banyak tapi sangat cukup bagi saya, mulai saat itu “dilepas” dan tidak lagi diberikan uang saku. Saya cukup kebingungan saat itu karena saya sendiri memang belum punya penghasilan apapun. Seringkali saya meminjam uang dari teman-teman di MBUI untuk sekedar makan sehari-hari. Uang kostan pun saya pernah menunggak sampai 5 bulan, pada saat itu saya selalu menghindar dari pemilik kostan saya karena saya takut ditagih. Saya selalu berangkat kuliah lebih pagi agar tidak berjumpa beliau, terkadang kalau Ibu kost saya datang dan saya berada di dalam kamar yang saya lakukan adalah saya menutup pintu kamar rapat-rapat dan tidak bersuara sama sekali, seolah-olah saya tidak sedang berada di kamar. Sebenarnya Ibu kost saya cukup baik dan tidak pernah marah karena saya menunggak, namun saya merasa tidak enak saja karena tidak tahu kapan akan membayarnya.

Karena keseringan meminjam uang dan tidak juga mengembalikan, sayapun merasa malu, akhirnya saya tidak lagi meminjam uang. Sejak saat itu saya mulai mencari informasi tentang berbagai pekerjaan, dari temen MBUI saya mendapat banyak peluang untuk itu. Mulai dari mengawas ujian CPNS, mengawas UAS dan UTS di kampus, sampai juga ada yang mengajak saya bergabung ke dalam sebuah lembaga riset yang hingga saat ini saya jalani. Pernah suatu ketika, dalam keadaan saya tidak punya uang dan malu untuk meminjam lagi, honor saya dari riset yang saya lakukan juga belum keluar, yang tersisa dikamar kostan saya hanyalah sebungkus mie instant, akhirnya saya hidup selama dua hari dengan sebungkus mie instant. Saya tidak memasak mie tersebut, saya hanya meremas mie tersebut dan menaburkannya ke atas nasi yang saya masak. Cara ini cukup ampuh, karena sebungkus mie tersebut bisa saya makan untuk 4 kali selama dua hari. Kebiasaan saya berpuasa di hari Senin dan Kamis juga cukup membantu kehidupan saya, selain bisa hemat saya juga merasa lebih kuat dan kebal dari penyakit.

Pada Mei 2009 saya mendapat kesempatan dari MBUI untuk menjadi delegasi dalam 7th ASEAN Youth Cultural Forum di Nakhon Phatom dan Bangkok, Thailand. Saya sungguh senang sekali, selama ini membayangkan untuk bisa ke luar negeri saja tidak pernah dan kemudian kesempatan itu datang begitu saja. Saya yang bertempat tinggal tepat di pagar Bandara Soekarno Hatta selalu berangan-angan kapan saya bisa naik pesawat terbang, dengan kesempatan ini akhirnya saya bisa merasakan naik pesawat terbang, terlebih yang saya naiki adalah Singapore Airlines yang sangat mewah. Di balik itu semua, yang membuat saya bangga adalah di tengah keterpurukan keluarga saya, saya masih bisa membanggakan orang tua dan keluarga besar saya. Saya sangat bersyukur sekali.

Ketika pergi ke Thailand saya dibekali uang sebesar $300 atau kurang lebih sekitar 2,8 juta oleh pihak rektorat UI. Saya habiskan $100 untuk keperluan pendaftaran, sewa kostum dan yang lainnya. Karena hal ini merupakan yang pertama kalinya di keluarga besar saya, maka saya mengalokasikan $100 untuk membeli oleh-oleh untuk sekedar berbagi kesenangan dengan keluarga besar saya dan sisa $100 saya gunakan untuk membayar tunggakan uang kost saya selama 4 bulan. Sungguh nikmat yang luar biasa…

Kehidupan saya berikutnya mulai membaik, karena saya terus mencari informasi tentang info pekerjaan dan saya juga menemukan teman-teman yang senasib dengan saya untuk sekedar bertukar informasi tentang pekerjaan yang bisa kami lakukan. Selain itu, di semester 5 saya mendapat beasiswa dari Karya Salemba Empat (KSE) sebesar Rp 500.000 perbulan. Hal ini tentu sangat membantu meringankan kehidupan saya apalagi saya mendapatkannya hingga saya mau lulus seperti sekarang ini. Tawaran kerjaan juga sudah mulai banyak berdatangan, tetapi tidak semuanya saya ambil karena masih banyak juga teman saya yang membutuhkan uang tambahan. Lucunya sekarang banyak sekali teman yang menanyakan pekerjaan kepada saya, saya sih sangat senang karena bisa membantu teman teman yang membutuhkan karena dahulu saya juga selalu dibantu.

Saat ini saya sudah di semester terakhir, InsyaAllah akan segera lulus. Saya selalu bertekad agar kehidupan saya kedepannya bisa bermanfaat untuk banyak orang, saya juga bisa membantu mereka yang membutuhkan bantuan. Saya juga ingin sekali sharing pengalaman yang telah saya lalui agar dapat memotivasi teman-teman yang tidak terlalu beruntung untuk terus mau berjuang. Yakinlah asal ada kemauan, keinginan, niat, kenekatan dan kebulatan tekad maka jalan menuju kesuksesan akan terbuka lebar.

Semoga Bermanfaat,

Andrian Fauzi


8 Responses to “mini biografi”

  1. WAW! Kisah di balik Kak Ndun, hehe...

  2. Eh Ani...

    Wew, gmn bs nemu link ini?

    Ehehe, semoga bermanfaat ya!

  3. Asyik masih diinget :D

    Lagi searching-searching tentang MBUI, eh malah nyasar ke sini.

    Iya insya Allah post-post-nya bermanfaat, kak. Gokil dan menghibur juga *lho?*

    Oia, penulisan tiap kata dan EYD kayaknya bener-bener diperhatiin banget di setiap post. Keren! *prok prok* (sotoy abis, hehe)

    Semoga bisa nyusul bang Raditya Dikaaaaaa :D

  4. Ani, anak Pit FKM 2010 kan? Masih inget secara detil lah gue semua anak-anak cadets yang gue pegang, ehehehehe...



    "Oia, penulisan tiap kata dan EYD kayaknya bener-bener diperhatiin banget di setiap post", Kagak Salah Lu?

    Ejaan Yang Dihancurkan kali maksud lu.. Semua tulisan gue kan acakkadut..

    Aaaaaaammiiinnnnnnn, semoga niatan gue buat mulai nyusun buku segera terbit yeee, kemaren udah ada yang nawarin sih, ehehehe *sombong

  5. Iyaaaaaaaaaa... Itu gue itu! Alhamdulillah... *hebring*

    Ahahahaha... Ejaan Yang Dikarang-sendiri maksudnya :P
    Tapi kayaknya iya deh, penulisan katanya nggak ada yang salah. Diteliti berapa ratus kali, kak, sebelum di-post? Haha

    OMG! Masa-masa-masa? Dari penerbit mana tuh???
    Btw, kalo udah terbit gue siap dikasih gratis dengan lapang dada lho, kak... :DD

  6. Yakin lu gak ada yang salah?

    Ahahahaha emang gue mesti cek berulang-ulang sih sebelum gue terbitin. Bahkan gue udah terbitin sekalipun sering gue edit kalo nemu yang salah.

    Adalah pokoknya penerbit baru gitu. Masih belum ada niat yang menggebu nih buat mulai nyusun...


    Okeh gratis buat lu, tapi harus jual 100 buku dulu yeee, ehehehe...

  7. Wiiiiuww... Rajin amat lo. ya, kak. Itu udah mental penulis tuuuh. Gebuk-gebukin aja lah niat nyusunnya, sebelum yang nawarin lupa kalo dia pernah nawarin, hehe...

    Yeeeee, sama aja boong itu mah...

  8. Ahahahaha tengkiyuuuh yaaa buat suntikan semangatnya...


    Semoga segera bisa gue mulai susun dah, biar yang nawarin juga ga keburu lupa. Ehehehehhe........