Kisah Tragis Pemuda Bujang


.


Hooo si Neng tiba-tiba ngasih link dari sini yang mesti gue baca. Setelah gue baca kayaknya mesti banget dishare nih. Ehehehehe kali-kali aje setelah baca cerita di bawah ini jadi timbul niatan rekan semua buat  mulai berencana. Hayooo mau nunggu sampe kapan?
……………………………………………………..

Alkisah seorang pemuda dihinggapi gelisah di saat kuliah. Godaan yang mengancam agama dan kehormatannya terasa kian menderas. Puasa dan aktivitas positif lainnya telah dilakukan. Tetapi justru aktivitas kemahasiswaan mempertemukannya dengan si jilbab biru yang selalu menunduk malu, si jilbab hitam yang elegan dan anggun, juga si jilbab cokelat yang manis,lugu dan lucu. Hatinya kian galau. Maka, kepada ayahanda dan ibunda dikuatkannya hati untuk berkata, “Pak, Bu… boleh nggak saya nikah sekarang?”

“Heh… ngomong apa kamu? Nikah! Nikah! Gundhulmu itu…” Sang ayah masih shocked mendengar reques sang anak

“Mbok ya sadar,Nak, kamu ini semester berapa? Jangan aneh-aneh ya! Nikah saat kuliah, memangnya anak istrimu mau dikasih makan apa? Dipikirkan yang dalam ya Nak. Jangan bicarakan lagi masalah nikah sebelum kamu lulus ya!” Kali ini sang ini berkomentar dengan lembut.

“Tapi, banyak godaan Bu. Nggak kuat!”

“Puasa, puasa. katanya belajar agama, gitu aja nggak ngerti” sang ayah masih terdengar emosi

----

Beberapa semester berlalu, dan esok hari adalah wisuda yang dinanti-nanti. Maka, malam ini saatnya bicara kepada sang ayah. “Pak, saya sudah lulus.. tentang pernikahan..?”

“Ehh, lulus itu artinya kamu pengangguran baru!” kata sang ayah

“Iya Nak… kamu konsentrasi cari kerja dulu ya…” sang ibu menengahi dengan sabar
Ia tak bisa berkata-kata lagi. Harapannya yang berkecambah telah tersiram air panas.

Waktu berganti. Kini pekerjaan sudah dalam genggaman. “Pak Bu ehhmm… saya sudah kerja sekarang…”

“Kerja apa? Serabutan gitu! Tidak nyambung dengan kuliahmu. Dengarkan! Kamu cari pekerjaan yang mapan dulu, baru kita bicarakan pernikahan.”

Harapan kembali pupus hangus terbakar matahari.

Waktu terus berjalan, pekerjaan di sebuah instansi bergengsi pun didapat. Dengan berseri-seri pemuda itu menghadap ayahanda. “Pak, saya sudah bekerja sesuai harapan Bapak..”

“Lha , kamu ini berangkat kerja saja masih pakai motor yang Bapak belikan. Nanti, ngomongin nikahnya kalau kamu sudah punya mobil…”

Beberapa waktu kemudian. “Pak, Bu saya sudah punya mobil…”

“Tapi nanti mau tinggal dimana Nak? Coba ya, kamu usahakan punya rumah dulu…” Kali ini sang Bunda dengan lembut berkata.

Hingga suatu hari, “Pak Bu rumahnya sudah jadi!!!!! Jadi, kapan saya dinikahkan?”

Bapak dan ibunya saling berpandangan. Dan mereka menangis, “Aduh Nak, Umurmu sudah 50… siapa yang mau?”

!@#$%^&*()))+%$@!#&&&

pesan sponsor: Mulailah visi yang jelas, masa depan yang terencana, kedewasaan, dan keberanian bersikap.

Diambil dari salah satu kisah dari tulisan ust Salim A Fillah dalam bukunya “Jalan Cinta Para Pejuang”